Thursday, March 18, 2010

Mengenang Aminah Assilmi, Dari Kristen Radikal Menjadi Seorang Muslimah

Rabu, 17/03/2010 12:11 WIB |

Berawal dari kesalahan data komputer, hidup perempuan cerdas ini berubah total dari seorang penganut Kristen Baptis yang taat dan seorang feminis yang radikal, menjadi seorang muslimah dan salah satu tokoh cendekiawan Muslim di AS. Selama 33 tahun menjadi seorang Muslim, ia aktif berdakwah,diundang sebagai pembicara, menulis dan memberikan advokasi di bidang
keislaman dan hak-hak perempuan. Dunia internasional mengenal dan menghormatinya sehingga baru-baru ini ia terpilih sebagai satu dari 500 Muslim paling berpengaruh di dunia.

Namanya Aminah Assilmi. Usianya 65 tahun. Namun nama itu kini menjadi kenangan, karena Allah Swt telah memanggilnya pada tanggal 5 Maret 2010.Aminah meninggal dunia setelah pukul 03.00 dinihari waktu setempat, akibat kecelakaan kereta di Newport, setelah memberikan ceramah di New York. Jawatan terakhirnya sampai ia menghembuskan napas yang terakhir adalah Direktur International Union of Muslim Women.

Meskipon telah tiada, kisah keislaman dan dakwah perempuan yang aktif di masyarakat dan dikenal sebagai cendikiawan Islam dengan level internasional menjadi inspirasi banyak orang.

*Saat Hidayah itu Datang*

Sebelum masuk Islam, Aminah lahir dari keluarga Kristen Baptis di wilayah Selatan AS. Sebagai perempuan, Aminah memiliki kecerdasan lebih berbanding gadis seusianya. Dia selalu mendapatkan result sempurna di sekolah, mendapat biasiswa kuliah dan sejak menjadi mahasiswi, ia sudah mengelola bisnes sendiri, bersaing dengan para profesional dan meraih beberapa penghargaan. Ia juga menjadi aktivis perempuan yang menganut feminisme dan
bekerja sebagai wartawan media elektronik.

Suatu hari pada tahun 1975, Aminah menggunakan komputer untuk mendaftarkan diri ke sebuah perguruan tinggi. Saat itu baru pertama kalinya komputer digunakan untuk pendaftaran di perguruan tinggi tersebut. Sementara ia menunggu hasil pra-pendaftarannya untuk jurusan Wisata, Aminah pergi ke Oklahoma untuk mengurus bisnesnya. Karena sesuatu hal, kepulangannya tertunda, ia baru kembali ke perguruan tinggi tempat ia mendaftarkan diri
dua minggu ketika kualiahan sudah dimulai. Betapa terkejutnya Aminah, karana komputer salah mengolah datanya dan nama Aminah masuk ke jurusan Teater. Jurusan yang mengharuskannya tampil di depan banyak orang.

Sebagai gadis yang cenderung pemalu, Aminah gundah memikirkan dirinya harus tampil di depan banyak orang. Ia tidak boleh membatalkan perkuliahannya, karena sudah terlalu terlambat untuk mengurus kesalahan kompouter itu. Ia tidak mau gagal karena ia menerima biasiswa. Nilai "F" di mata kuliah, akan mengganggu pemberian biasiswanya.

Atas nasihat suaminya, Aminah menemui pengajar untuk membicarakan alternatif untuk tampil, seperti persiapan kostum dan lain sebagainya. Pengajarnye berjanji untuk membantu dan Aminah datang ke kelas selanjutnya yang membuat ia terkejut dengan apa yang ia saksikan. Kelas itu penuh dengan orang-orang Arab, yang selalu Aminah gelarkan "para joki unta". Aminah terus pulang ke rumah dan memutuskan untuk tidak kuliah lagi. Ia tidak mau berada di tengah orang-orang Arab. "Aku tidak akan pernah duduk dalam satu ruangan yang penuh
dengan orang-orang kafir yang kotor," tegasnya ketika itu.

Melihat kegundahan isterinya, suami Aminah dengan sikap lembut seperti biasanya memberinya penjelasan bahwa Tuhan pasti punya alasan untuk segala sesuatu. Ia menasihati Aminah untuk berpikir dalam-dalam sebelum memutuskan berhenti kuliah. Aminah mengunci dirinya selama dua hari untuk mempertimbangkan nasihat suaminya dan akhirnya ia memutuskan untuk tetapkuliah. Tapi keputusan itu dibuat dengan memikirkan bahwa Tuhan telah menugaskan dirinya untuk mengajak orang-orang Arab itu masuk agama Kristen.

Aminah pergi kualiah dengan satu misi. Sepanjang perkuliahan, Aminah akan menyempatkan diri untuk membicarakan agama Kristen yang dianutnya dengan teman-teman Arabnya di kelas. "Saya mulai menceramahi mereka bagaimana mereka akan dibakar di neraka untuk selama-lamanya kalau mereka tidak menerima Yesus sebagai penyelamat mereka," ujar Aminah menceritakan pengalamannya sebelum masuk Islam.

Tapi, sambungnya, teman-teman Arabnya sangat sopan dan tidak ada yang mau masuk Kristen. Aminah masih terus berusaha mempengaruhi mereka dengan mengatakan bahwa Yesus sangat mencintai mereka dan rela mati disalib untuk menyelamatkan manusia dari dosa-dosa. Yang harus dilakukan manusia hanyalah menerima Yesus dalam hati mereka.

Teman-teman Arab Aminah tetap tidak ada yang mau pindah agama ke Kristen dan Aminah pantang mundur. Ia memutuskan untuk membaca kitab suci Al-Quran untuk menunjukan pada teman-teman Arabnya bahwa Islam adalah agama palsu dan Nabi Muhammad adalah tuhan palsu.

Atas permintaan Aminah, seorang mahasiswa membawakannya kitab suci Al-Quran dan sebuah buku tentang Islam. Aminah lalu memulai pencariannya untuk mematahkan keyakinan teman-teman Arabnya terhadap Islam. Aminah membaca seluruh isi Al-Quran dan sedikitnya 15 buku tentang Islam, lalu ia kembali pada Al-Quran dan membacanya kembali. Selama pencariannya itu, ia mulai membuat beberapa catatan hal-hal yang menurutnya bisa ia bantah dan akan dijadikannya sebagi bukti bahwa Islam adalah agama palsu.

Tapi tanpa disedarinya, telah terjadi perubahan pada diri Aminah dan suaminya yang melihat perubahan itu. "Dalam beberapa hal kecil saya mulai berubah, yang cukup membuat suami saya terganggu. Kami biasa pergi ke bar setiap hari Jumaat dan Sabtu atau pergi ke pesta. Lalu saya mulai malas pergi ke tempat itu, saya jadi agak pendiam dan mulai menjauh," tutur Aminah.

Sejak ia membaca Al-Quran dan buku-buku Islam, Aminah juga mulai berhenti minum minuman keras dan tidak lagi makan daging babi. Karena perubahan-perubahan itu, suaminya menuduhnya ada hubungan sulit dengan lelaki lain dan mengusirnya. Aminah lalu pindah dan hidup sendirian di sebuah apartamen. Dalam kesendiriannya, Aminah terus mempelajari Islam meski ia masih tetap menjadi seorang Kristen yang taat.

Sampai suatu hari, terdengar ketukan di pintu apartemennya. Seoran laki-laki-yang kemudian dikenalnya bernama Abdul Aziz Al-Syaikh-mengenaka n busana tradisional muslim berupa baju gamis panjang berwarna putih dengan serban bermotif papan catur putih merah terlilit di kepalanya. Lelaki itu datang bersama tiga lelaki lainnya yang mengenakan busana yang sama. Ketika itu, Aminah merasa marah kerana para tamu itu datang saat ia mengenakan baju
tidur dan piyama saja.

Aminah makin kaget ketika Abdul Aziz mengatakan bahwa ia memahami bahwa Aminah ingin menjadi seorang muslim. Aminah lalu menjawab bahwa ia seorang Kristiani dan tidak berniat untuk menjadi seorang muslim. Tapi Aminah punya banyak pertanyaan dan menanyakan apakah tamu-tamunya itu punya waktu luang.

Akhirnya Aminah mempersilahkan mereka masuk. Ia lalu menanyakan hal-hal dan keberatan-keberatan nya yang sudah ia catat selama ia membaca Al-Quran dan buku-buku Islam. "Saya tidak akan melupakan namanya, Abdul Aziz adalah seorang yang sabar dan lemah lembut. Ia dengan sangat sabar membahas pertanyaan-pertanya an itu bersama saya. Dia tidak membuat saya seperti orang bodoh atau membuat pertanyaan saya seperti pertanyaan yang bodoh," ungkap Aminah.

Aminah mengatakan, Abdul Aziz menjelaskan padanya bahwa Allah memerintahkan manusia untuk mencari ilmu dan bertanya sebagai salah satu cara untuk mendapatkan ilmu. Aminah seperti menyaksikan kuntum bunga sedang bermekaran mendengar penjelasan Abdul Aziz. Ketika ia berbeda pendapat, Abdul Aziz akan memjelaskannya lebih dalam dan dari sisi pandang yang berbeda sampai Aminah benar-benar memahaminya.

Setelah berdiskusi dengan Abdul Aziz dan teman-temannya, tidak lama selepas itu lalu buat Aminah untuk memutuskan masuk Islam. Satu setengah tahun ia sudah mempelajari Islam dan Al-Quran, keesokan harinya setelah Abdul Aziz bertamu ke rumahnya, Aminah mengucapkan dua kalimat syahadat disaksikan Abdul Aziz dan teman-temannya yang datang malam itu.

*Cubaan Bertubi Setelah Menjadi Muslim*

Seperti kebanyakan para mualaf yang harus menghadapi konsekuensi yang tidak mengenakan setelah masuk Islam, begitu pula Aminah. Setelah menjadi seorang muslimah, Aminah banyak kehilangan teman-temannya. Ibunya juga tidak menerima keislamannya. Saudara perempuannya bahwa menganggap Aminah sakit jiwa dan ingin memasukkannya ke tempat rehabilitasi para penderita gangguan mental. Ayah Aminah yang dikenal sebagai orang yang bijak dan tempat meminta nasihat oleh banyak orang, tiba-tiba menjadi pemarah dan seolah-olah ingin membunuh Aminah setelah mendengar puterinya menjadi seorang muslim.

Aminah sendirian, tanpa teman dan tanpa keluarga. Tapi ia tetap memilih jalan Islam, bahkan memutuskan untuk segera berjilbab meski untuk itu iaharus kehilangan pekerjaannya karena dipecat. Cobaan itu belum cukup, karena suami Aminah menceraikannya setelah tahu ia masuk Islam dan pengadilan memutuskan dua anaknya, satu laki-laki dan satu perempuan, dibawah
pengasuhan suaminya, hanya karena Aminah kini menjadi seorang muslim.

"Itulah masa yang paling menyakitkan dalam kehidupan saya," kata Aminah dalam sebuah wawancara saat ia harus melepaskan kedua anaknya.

Di Colorado, Aminah mencuba menyebarkan masalahnye pada media massa. Ia berharap bisa mendapatkan hak pengasuhan anaknya kembali karena hukum di Colorado menyebutkan bahwa seseorang tidak boleh kehilangan hak penjagaan anaknya hanya karena latar belakang agamanya. Meski demikian, Aminah tetap tidak berhasil mendapatkan hak penjagaan itu.

Aminah kembali menjalani kehidupannya sebagai seorang muslim. Meski sakit hati, ia tetap memperlakukan keluarganya dengan hormat dan tetap menjaga komunikasi dengan mereka. Ia juga tetap mendakwahkan Islam dalam setiap kesempatan bertemu dengan keluarganya. Dan perjuangannya tidak sia-sia.

Anggota keluarganya yang kemudian masuk Islam adalah neneknya yang sudah berusia lebih dari 100 tahun. Tak lama setelah bersyahadat, neneknya wafat. Setelah itu, ayah Amina yang dulu ingin membunuhnya kerana keislamannya,menyatakan diri masuk Islam. Beberapa tahun kemudian, ibu Aminah pun menjadi muslimah. Lalu suami Aminah dan saudara perempuannya yang dulu ingin memasukkannya ke rumah sakit jiwa akhirnya juga mengucapkan dua kalimah
syahadat. Tak ketinggalan, anak lelaki Aminah, pada usia 21 tahun juga memutuskan untuk menjadi seorang Muslim.

Subhanallah ... tak ada hal yang paling membahagiakannya Aminah selaimelihat keluarganya memeluk Islam. Aminah pun terus mendakwahkan pengalamannya dan agama Islam sehingga banyak orang yang sudah terinspirasi dari pengalaman hidupnya. Entah sudah berapa banyak orang yang masuk Islam, setelah mendengar kisah Aminah dan ceramah-ceramah agamanya.

Sekarang Aminah Assilmi sudah tiada, tapi namanya tetap harus dan
hidup di hati orang-orang yang mengagumi dan menyayanginya. (ln/iol/isc)

No comments:

Post a Comment